Suwesty Megarani
050500245X
I. Pendahuluan
Dewasa ini perkembangan teknologi dan peradaban manusia semakin maju pada setiap tahunnya. Hal tersebut memicu berkembangnya peralatan dan teknik-teknik berperang yang baru. Sejalan dengan hal tersebut, norma-norma yang akan melandasi hukum perang atau lebih sering dikenal sebagai International Humanitarian Law (Hukum Humaniter Internasional) dituntut untuk berkembang pula.
International Humanitarian Law (IHL) merupakan bagian dari Hukum Internasional Umum yang inti dan maksudnya diarahkan kepada perlindungna individu yang khususnya dalam situasi tertentu/ perang. Tujuan utama hukum hunaniter adalah memberikan perlindungan dan pertolongan kepada yang menderita/ menjadi korban perang, baik mereka secara nyata/ aktif turut serta dalam permusuhan (koombat), maupun mereka yang tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil = civilian population). Hal yang akan dibahas lebih menekankan mengenai penduduk sipil saat berlangsungnya konflik bersenjata. Sipil adalah
“any person who does not belong to one of categories of persons refered to in article 4A (1), (2), (3), and (6) of the Third Convention and in article 43 of this Protocol in case of doubht whether a person is a civiliian, that person shall be consideredto be a civillian.”
Penekanan pada masalah tersebut timbul atas banyaknya pelangaran hak-hak sipil dalam konflik bersenjata merupakan dampak dari semakin berkembangnya teknologi persenjataan modern. Masyarakat sipil sering turut merasakan kerugian akibat perang dimana terkadang sipil sendiri digunakan sebagai tameng bagi kepentingan militer. Sipil digunakan sebagai tameng dalam banyak hal, seperti penempatan sipil dalam military object maupun sebagai alat untuk mencapai kepentingan militer dari masing-masing pihak. Saat perang berlangsung, hak asasi masyarakat sipil