Kontroversi film Balibo kini mulai merebak. Apabila tidak diselesaikan dengan cepat maka film ini akan membawa bencana bagi hubungan Indonesia - Australia. Lembaga Sensor Film (LSF) telah memutuskan untuk melarang pemutaran film Balibo di Indonesia yang rencananya akan ditayangkan di Jakarta International Film Festival pada awal Desember 2009. Terlepas dari benar atau tidaknya keputusan LSF tersebut (sampai tulisan ini dibuat, belum ada penjelasan resmi dari LSF terkait pelarangan pemutaran film Balibo), artikel ini berusaha menjawab isu yang lebih krusial yaitu bagaimana film Balibo ini berdampak kepada hubungan bilateral Indonesia dan Australia.
Film Balibo mengisahkan mengenai tewasnya lima jurnalis asing di Timor Timur yang diduga dilakukan oleh TNI pada saat mereka sedang meliput masuknya tentara Indonesia ke Timor Timur yang kemudian kasus kematian mereka dikenal dengan sebutan "Balibo Five". Film Balibo yang disutradarai Robert Connolly ini dibuat berdasarkan buku berjudul Cover-Up yang ditulis Jill Jolliffe. Film ini sebenarnya bukan film yang pertama mengenai konflik bersenjata di Timor Timur. Pada tahun 2005 dan 2006 terdapat tiga film yang mengisahkan perjuangan kemerdekaan Timor Timur yang juga dilarang ditayangkan di Indonesia yaitu Timor Loro Sae, Crocodile dan Pasabe. Menjadi menarik untuk mencermati bagaimana kasus Balibo Five ini kembali diperdebatkan di Australia dan Indonesia setelah kurang lebih dua tahun isu ini menghilang.
Inti utama persoalan adalah munculnya kelompok-kelompok tertentu yang tidak puas atas penyelesaian kasus Balibo Five. Hal ini adalah imbas dari penyelesaian kasus Balibo Five yang melibatkan terbatas kepada pejabat tinggi di Indonesia dan Australia. Republik Indonesia memang telah mengklarifikasi kepada Australia bahwa tewasnya lima jurnalis asing adalah murni kecelakaan. Namun hal tersebut tidak serta merta menuntaskan masalah tersebut. Berbagai lembaga swadaya masyarakat masih menuntut