Pengantar
Kondisi ‘win-win’ merupakan kondisi ideal yang diinginkan oleh semua negosiator. Meskipun banyak nara sumber yang mengajarkan taktik maupun strategi untuk menghasilkan kondisi ‘win-win’, pada kenyataannya tidak semua negosiasi dapat berakhir dengan ‘win-win’. Pada kesempatan ini saya lebih tertarik untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi kondisi “win-win” daripada taktiknya.
Setelah menganalisa text book Negotiation Roy, Bruce dan David (2010) dan sebagai tugas tambahan mata kuliah Manajemen Perubahan, Resolusi Konflik dan Negosiasi, maka saya mencoba merangkai variable independen yang mempergaruhi negosiasi ‘Win-win’ dalam the rule of three:
1. Situasi Zero Sum vs Non Zero Sum
2. Kepentingan Relasi vs Substansi
3. Kepribadian Negosiator
Situasi Zero Sum vs Non Zero Sum
Dalam situasi Zero Sum, artinya hanya memungkinkan satu pemenang dan pihak yang lain harus menerima kekalahan, misalnya dalam perlombaan lari, maka kemungkinan untuk bernegosiasi ‘win-win’ adalah nol. Dalam situasi zero sum yang kompetitif, setiap pihak akan menggunakan strategi Distributive Bargaining dengan taktik Hardball untuk mengklaim value (Value Claiming). Contoh dari situasi ini adalah semua pihak memperebutkan satu sumber daya yang terbatas.
Jika para negosiator jeli dalam mendefinisikan masalah dan kepentingan tangible dan intangible, situasi zero sum ini ternyata jarang ditemukan. Umumnya dapat diciptakan situasi Non Zero Sum, yang berarti setiap pihak dapat menemukan solusi alternatif yang mampu mengakomodasi kepentingan dari semua pihak (Value Creation). Dalam situasi ini terdapat hubungan interdependensi antara kepentingan masing-masing pihak, dan keberhasilan baru dapat dicapai jika setiap pihak berhasil. Dengan demikian pihak yang satu akan sangat berkepentingan untuk membantu pihak yang lain untuk berhasil.
Pada realtianya, masih banyak negosiator yang melihat diri mereka sebagai negosiator